Berita Stranas AKPSH

Pembahasan Penguatan Regulasi Keberlanjutan Pengembangan Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati di Indonesia
Baca Selengkapnya

Pembahasan Penguatan Regulasi Keberlanjutan Pengembangan Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati di Indonesia

Bekasi, 22-23 Juli 2025 - Kementerian PPN/Bappenas  mengadakan Pembahasan Penguatan Regulasi Keberlanjutan PS2H di Indonesia untuk mendukung keberlanjutan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (Stranas AKPSH) yang berakhir pada tahun 2024. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya lanjutan pemerintah dalam menjamin keberlanjutan sistem statistik hayati nasional pasca berakhirnya Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang Stranas AKPSH.

Kegiatan dipimpin langsung Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Bappenas, Muhammad Cholifihani  dan dihadiri berbagai kementerian/lembaga (K/L) terkait, serta mitra pembangunan. Diskusi selama dua hari ini bertujuan untuk melakukan pembahasan substansi regulasi secara mendalam, khususnya yang berkaitan dengan interoperabilitas data antar kementerian/lembaga (K/L), serta penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) sebagai dasar hukum keberlanjutan PS2H ke depan.

Kegiatan ini juga membahas linimasa serta tahapan administratif yang diperlukan dalam proses penyusunan RPerpres, mulai dari pengajuan izin prakarsa, proses harmonisasi, hingga tahapan penerbitan peraturan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain itu, menjadi wadah bagi K/L untuk memberikan saran dan masukan teknis guna memastikan penyusunan regulasi yang komprehensif, relevan, dan operasional dalam mendukung sistem pencatatan sipil dan statistik hayati nasional yang berkelanjutan.

Salah satu pokok bahasan utama dalam kegiatan ini adalah penguatan interoperabilitas data antar K/L. Interoperabilitas data antar kementerian dan lembaga, diharapkan dapat mendukung pencatatan peristiwa penting seperti kelahiran, kematian, perkawinan, dan perceraian secara akurat dan tepat waktu. Penggunaan middleware sebagai jembatan pertukaran data antar sistem menjadi salah satu solusi yang diusulkan, mempertimbangkan beragamnya standar dan sistem elektronik (aplikasi / website) yang digunakan oleh masing-masing K/L.

Dalam sesi paparan teknis, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan konsep Statistical Population Register (SPR) sebagai kerangka utama pengembangan statistik hayati nasional. Mahkamah Agung memaparkan perkembangan sistem E-Court dan SIPP yang memungkinkan pembaruan data perkara secara real-time. Di bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan mendorong integrasi data melalui platform SATUSEHAT yang telah menghubungkan sembilan layanan kesehatan berbasis digital. Semua ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam membangun ekosistem data yang saling terhubung.

Selain aspek teknis, pembahasan juga mencakup pentingnya penyesuaian terminologi dan substansi dalam draf RPerpres agar sejalan dengan ketentuan regulasi yang berlaku. Perlindungan data pribadi menjadi salah satu isu utama, seiring dengan perhatian yang disampaikan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengenai pentingnya keamanan siber. BSSN menekankan bahwa kerahasiaan, keaslian, keutuhan, dan ketersediaan data harus dijamin dalam proses pertukaran data antar sistem lintas instansi.

Kegiatan ini menjadi langkah awal penting dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Sistem Statistik Hayati Indonesia, yang direncanakan akan diajukan oleh BPS melalui proses Izin Prakarsa pada tahun 2025. Regulasi baru ini diharapkan mampu memperkuat PS2H secara lebih terstruktur dan berkelanjutan, sehingga pelayanan publik di bidang kependudukan dapat meningkat secara signifikan dan pembangunan nasional berbasis data dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.

Kementerian PPN/Bappenas menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat proses pengajuan izin prakarsa RPerpres. Proses ini ditargetkan selesai pada tahun 2025. Dengan terbitnya regulasi baru ini, Sistem Statistik Hayati Indonesia untuk periode 2025–2029 diharapkan dapat berjalan lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan mendukung perencanaan pembangunan nasional yang berbasis data.

Bappenas Koordinasikan Penyusunan RPerpres dalam mendorong Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (PS2H)
Baca Selengkapnya

Bappenas Koordinasikan Penyusunan RPerpres dalam mendorong Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (PS2H)

Jakarta, 4 Juli 2025 - Kementerian PPN/Bappenas koordinasikan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) baru terkait Sistem Hayati Indonesia sebagai upaya strategis memperkuat pencatatan sipil dan statistik hayati (PS2H), mengingat berakhirnya masa berlaku Perpres Nomor 62 Tahun 2019 pada tahun 2024. Dalam mendorong upaya ini, dilaksanakan rapat koordinasi pada 4 Juli 2025 dan dipimpin oleh Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari sejumlah kementerian/lembaga (K/L), diantaranya Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Agama (Kemenag), Badan Pusat Statistik (BPS), Mahkamah Agung (MA), dan Mitra Pembangunan (UNFPA Indonesia, PUSKAPA UI dan UNICEF Indonesia).

Dalam sambutannya, Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial, Kementerian PPN/Bappenas, Muhammad Cholifihani, membuka rapat dengan memaparkan berbagai pencapaian serta tantangan dalam implementasi Strategi Nasional Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (AKPSH) selama lima tahun terakhir. Beliau menyoroti urgensi pembaruan regulasi yang responsif terhadap perkembangan digitalisasi, keterpaduan data antarinstansi, serta penguatan kelembagaan. Salah satu usulan yang didorong adalah pembentukan struktur kelembagaan yang lebih kuat, dengan Kementerian PPN/Bappenas sebagai koordinator perencanaan, BPS sebagai ketua pelaksana, Kemendagri sebagai wakil ketua, dan Kemenko PMK sebagai ketua pengarah. Tidak hanya usulan tersebut, penegasan terhadap pentingnya harmonisasi lintas kementerian dan lembaga dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) juga perlu dilakukan yang dimulai dari kesepakatan teknis secara bertahap.

Dalam tanggapannya, Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan, BPS, Ali Said menegaskan dukungan penuh terhadap penyusunan RPerpres baru. Selain itu beliau menegaskan bahwa mekanisme Izin Prakarsa menjadi jalur yang paling tepat untuk percepatan apabila dibandingkan dengan Program Penyusunan (Progsun) yang memerlukan waktu lebih panjang. RPerpres ini memiliki peran signifikan dalam proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (AKPSH) yang mencakup peristiwa penting penduduk, yaitu kelahiran, kematian, perceraian, dan perkawinan. Draf RPerpres akan dikaji secara menyeluruh, mulai dari substansi pasal hingga lampiran, sebelum diajukan kepada Presiden.

Rapat ini menghasilkan kesepakatan mengenai pentingnya pembentukan Panitia Antar Kementerian (PAK) dengan pembagian peran yang terstruktur di antara K/L pengampu untuk memastikan pengawalan substansi, kelembagaan, dan koordinasi teknis dalam penyusunan RPerpres. Selain itu, perlu didorong penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar K/L, khususnya antara Kemenag dan MA dengan Kemendagri, terkait pelaporan peristiwa perkawinan dan perceraian. Langkah ini mendukung pelaksanaan Perpres Nomor 62 tahun 2019 dengan rencana pemenuhan variabel pernikahan dan perceraian yang akan dikembangkan lebih lanjut pada periode 2025–2029. 

Seluruh perwakilan K/L diharapkan menyampaikan hasil diskusi kepada pimpinan masing-masing dalam waktu dekat untuk mempercepat proses harmonisasi RPerpres sebelum diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM dalam kurun waktu enam bulan. Keberlanjutan PS2H dinilai penting dalam mendukung pembangunan berbasis data, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta mendukung pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, mengingat 67 dari 230 indikator secara langsung terkait dengan data statistik hayati.