Rapat Koordinasi Penguatan Data Pencatatan Perkawinan dan Perceraian

Rapat Koordinasi Penguatan Data Pencatatan Perkawinan dan Perceraian

Rapat Koordinasi Penguatan Data Pencatatan Perkawinan dan Perceraian

Jakarta, 20 Februari 2025 - Kementerian PPN/Bappenas melalui Direktorat Kependudukan dan Jaminan Sosial  mengadakan Rapat Koordinasi Penguatan Data Pencatatan Perkawinan dan Perceraian. Kegiatan ini untuk mendukung keberlanjutan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (Stranas AKPSH) yang berakhir pada tahun 2024. Kementerian PPN/Bappenas telah mencantumkan pengembangan Statistik Hayati dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2024, yang secara spesifik mendukung Prioritas Nasional (PN) 6. Sebagai bagian dari Prioritas Nasional (PN) 6, percepatan pengembangan statistik hayati bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan akurasi pengelolaan data penduduk, yang berkaitan dengan status perkawinan dan perceraian, dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

Kegiatan dihadiri perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L), termasuk Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kemenag), Badan Pusat Statistik (BPS), Mahkamah Agung dan Mitra Pembangunan. Dalam sambutannya, Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial, Kementerian PPN/Bappenas, Muhammad Cholifihani menyampaikan pentingnya menjaga keberlanjutan Penguatan Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati di Indonesia. Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang Stranas AKPSH telah memiliki ketercapaian 3 variabel Statistik Hayati, yang terdiri variabel kelahiran, kematian, dan penyebab kematian pada 2019-2024. Para periode 2025-2029, rencananya akan diperluas pada variabel pernikahan dan perceraian. Oleh karena itu, perlu membahas mekanisme dan regulasi yang diperlukan untuk mendukung interoperabilitas data perkawinan dan perceraian. 

Kegiatan ini juga membahas kerangka hukum, tantangan teknis, dan rencana penyusunan regulasi yang mengintegrasikan pencatatan peristiwa tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan nasional, termasuk usulan Rancangan Peraturan Menteri (RPermen) dan penguatan kerja sama lintas sektor, antara Kemenag dan MA dengan Kemendagri, yang selama ini belum optimal.

Dalam tanggapannya, perwakilan dari Direktorat Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri menyampaikan bahwa berdasarkan laporan Data Konsolidasi Bersih (DKB) Ditjen Dukcapil pada per 19 Februari 2025, cakupan pasangan yang memiliki dokumen pernikahan baru mencapai 63,34 persen, sementara pencatatan perceraian sebesar 61,97 persen. Angka ini menunjukkan perlunya percepatan dalam pencatatan peristiwa vital tersebut. Oleh karena itu, salah satu target utama pada tahun 2025 adalah meningkatkan cakupan pencatatan perkawinan dan perceraian melalui penguatan kerja sama antar kementerian/lembaga serta optimalisasi interoperabilitas data. Dalam rangka mencapai target tersebut, diperlukan pembahasan lanjutan terkait mekanisme implementasi perjanjian kerja sama (PKS) lintas sektor agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih efisien, akurat, dan memberikan manfaat maksimal dalam mendukung kebijakan pembangunan nasional berbasis data.

Dari hasil kegiatan ini, menegaskan pentingnya mendorong penguatan kerja sama lintas kementerian/lembaga untuk memastikan pencatatan data perkawinan dan perceraian berjalan secara akurat, cepat, dan terintegrasi. Kolaborasi antara K/L menjadi kunci dalam memperkuat kualitas data administrasi kependudukan yang berperan langsung terhadap pengembangan statistik hayati nasional. Melalui kegiatan ini, diharapkan memperoleh mekanisme dan regulasi yang diperlukan untuk mendukung interoperabilitas data, strategi peningkatan keterpaduan antar K/L, serta rencana tindak lanjut untuk memperbaiki layanan pencatatan peristiwa penting. Upaya ini menjadi pondasi penting dalam mewujudkan sistem pencatatan sipil yang tangguh dan kebijakan pembangunan berbasis data yang lebih lengkap, akurat, dan tepat waktu.